Transformasi digital yang menjadi tren penting di dunia perbankan dalam kurun waktu lebih dari dua dekade terakhir ini telah memberikan dampak yang signifikan yaitu penyediaan pelayanan yang lebih berkualitas dan selalu ada (24/7). Dengan perubahan ini, industri perbankan harus merubah beberapa cara konvensional menjadi all digital yang digadang-gadang dapat memotong proses berbelit, seperti proses registrasi dan pembuatan rekening yang hanya memakan waktu kurang dari 5 menit. Tentunya perubahan all digital ini mengharuskan bank untuk mengubah cara mereka mengenali nasabahnya, yang sebelumnya KYC (Know Your Customer), menjadi e-KYC (Elektronic Know Your Customer).
Dibalik kemudahan dan fleksibilitas yang ditawarkan oleh bank digital, ada risiko yang Anda harus waspadai, seperti kebocoran data, alih daya, penyalahgunaan, investasi teknologi yang sia-sia, serta serangan siber. Lantas, mengapa risiko-risiko tersebut bisa terjadi pada bank digital dan langkah apa yang perlu diambil sebagai pencegahannya? Simak selengkapnya di artikel berikut.
Apa itu bank digital?
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bank digital adalah bank yang menyediakan dan mengoperasikan bisnisnya secara elektronik tanpa adanya kantor cabang fisik, selain kantor pusatnya. Disebut bank digital bukan karena semata-mata platform yang digunakan berbentuk digital, namun karena semua proses yang ada didalamnya berjalan sepenuhnya secara digital, dimulai dari pendaftaran hingga penyelesaian transaksi serta buktinya akan disediakan dalam bentuk digital. Karena serba digital, maka dinilai menjadi solusi yang praktis, efisien, dan efektif menjawab kebutuhan saat mobilitas sedang dibatasi dikala pandemi. Nasabah jadi tidak perlu mendatangi toko fisik, atau berinteraksi secara langsung dengan pihak lain lagi, ketika hendak bertransaksi. Dengan demikian, fenomena tersebut menjadi salah satu katalis digitalisasi pada dunia perbankan di Indonesia.
Jika kita telusuri lebih dalam, sesuai data dari databoks.katadata.co.id, per Desember 2021, nilai transaksi elektronik telah mencapai Rp 35,10 triliun (602,29 kali transaksi) atau mengalami peningkatan sebesar 58,60% dibanding tahun 2020 yang hanya sebesar Rp 22,13 triliun (530,02 kali transaksi). Peningkatan transaksi online di Indonesia dalam jangka waktu kurang lebih satu tahun tersebut menyatakan bahwa pengguna bank digital terus bertumbuh. Di lain sisi, transaksi digital telah secara efektif membantu transaksi sehari-hari. Hal ini membuktikan bahwa tujuan bank digital yang digadang-gadang meningkatkan efisiensi dan kenyamanan daripada perbankan tradisional – adalah benar.
Plot twist yang ironis
Data-data diatas seakan memberikan impresi bahwa di Indonesia, bank merupakan layanan jasa keuangan yang bersifat fundamental. Hanya saja, ironisnya, masih ada banyak sekali orang yang belum memiliki kesempatan untuk menggunakan dan merasakan manfaatnya. Mengutip data dari cnbc.com, di Indonesia sendiri, ada sebanyak 92 juta jiwa yang tergolong unbanked dan 47 juta jiwa yang masuk dalam kategori underbanked (Sumber: cnbc.com). Sebuah riset dari Statista.com juga menyatakan kalau secara global, Indonesia menempati urutan ke 9 dengan populasi unbanked dan underbanked terbesar di dunia.
Perlu diketahui, istilah unbanked dan underbanked dalam industri finansial memiliki arti sebagai berikut. Menurut investopedia.com, unbanked adalah kelompok masyarakat yang sudah cukup umur namun tidak memiliki akses pada layanan keuangan, sedangkan underbanked adalah kelompok masyarakat yang sudah memiliki akses ke layanan keuangan, namun belum bisa mengakses produk keuangan lainnya seperti kartu kredit, KTA, dan lain sebagainya karena riwayat kredit yang terbatas.
Oleh karena itu, perkembangan digital pada dunia perbankan menjadi hal yang krusial, karena selain untuk menjangkau kalangan masyarakat unbanked dan underbanked, juga memberikan pengalaman bebas hambatan dan mendukung mobilitas. Meskipun demikian, kelompok unbanked dan underbanked ini ternyata menjadi hal positif dan memiliki potensi bagi pelaku industri di tanah air. Artinya, perusahaan memiliki kesempatan untuk menjangkau mereka serta berkontribusi dalam mendukung inklusi keuangan secara digital di Indonesia, tentunya dengan bantuan sistem teknologi dan inovasinya.
Tapi, apakah bank digital itu aman?
Besarnya peluang dari sebuah inovasi yang sudah dijabarkan pada paragraf sebelumnya membuat semua pihak, baik para pelaku industri serta masyarakat untuk berlomba-lomba memanfaatkannya secara maksimal. Namun, perlu diingat kalau setiap perubahan atau inovasi pasti memiliki dua sisi yang berbeda yakni sisi positif dan sisi negatifnya. Dalam hal bank digital, sisi positifnya adalah efisiensi transaksi, kenyamanan, dan peningkatan perekonomian. Sedangkan, sisi negatifnya adalah meningkatnya cara-cara baru tindak kejahatan dunia siber yang bertujuan mengambil keuntungan secara ilegal. Menurut idxchannel.com, ada lima jenis risiko yang mengancam industri bank digital yaitu:
- Risiko kebocoran data
Keamanan data setiap nasabah merupakan tanggung jawab perusahaan penyedia jasa. Jika tidak diperhatikan, bahkan diabaikan, akan menimbulkan permasalahan yang fatal. Salah satu imbasnya adalah kebocoran data yang akan berakibat pada kerugian secara materi dan immateri yang tak terhingga, sekaligus menyebabkan hilangnya kepercayaan nasabah terhadap perusahaan. - Risiko investasi teknologi informasi yang tidak sesuai
Implementasi teknologi dan sistem dalam proses bisnis merupakan bentuk investasi yang nilainya tidak sedikit. Jika tidak dilakukan dengan benar akan berdampak pada ketidakmaksimalan produk yang ditawarkan. Akibatnya adalah ketidakpuasan nasabah terhadap pelayanan perusahaan Anda. Ini berarti setiap dana dan tenaga yang sudah diinvestasikan akan menjadi sia-sia. - Risiko penyalahgunaan teknologi Artificial Intelligence
Artificial Intelligence merupakan teknologi yang bertujuan untuk mengotomasi berbagai pekerjaan secara digital, termasuk mendeteksi dan membantu menyediakan data untuk keperluan pengambilan keputusan. Sayangnya, penggunaan oleh orang yang tidak tepat akan berpotensi mengakibatkan dampak negatif, contohnya adalah penggunaan teknologi deepfake dengan tujuan menjebol masuk sistem verifikasi identitas milik perusahaan. - Risiko alih daya
Risiko pengalihan daya berarti pengalihan sistem teknologi kepada pihak ketiga yang tidak berwenang, sehingga dapat diakses untuk tujuan ilegal. Akibat dari risiko ini muncul dalam beberapa bentuk yaitu risiko strategis, risiko operasional, risiko regulasi dan kepatuhan, risiko reputasi, dan risiko konsentrasi. - Risiko serangan siber
Serangan siber adalah tantangan yang selalu mengintai setiap orang dan perusahaan, kapanpun, dan dimanapun dia berada. Serangan siber utamanya bertujuan untuk meraup keuntungan materi secara ilegal, dan oleh karena itu, ada banyak sekali cybercriminal yang melakukan serangan kepada industri keuangan, dalam hal ini bank digital.
Selain itu, ada juga beberapa jenis ancaman lainnya berupa phishing (tindakan mengelabui pelaku bisnis seperti Anda untuk mendapatkan informasi yang sensitif), data yang tidak terenkripsi, spoofing (bentuk penipuan online yang dilakukan dengan cara menyamar sebagai seseorang/pihak tertentu), serta layanan pihak ketiga.
Jika bank digital lalai dan terjebak serangan siber, maka dampaknya akan sangat merugikan. Utamanya sudah pasti berupa kerugian finansial. Lalu, dampak lainnya yang juga sangat fatal adalah hilangnya kepercayaan nasabah kepada instansi/perusahaan bank digital.
Ini cara memerangi kejahatan digital dari ASLI RI
Semua risiko ini tentu saja akan memberikan dampak yang merugikan bagi industri keuangan digital. Untuk itu, pencegahan atau mitigasinya perlu dilakukan sedini mungkin, demi keamanan perusahaan serta nasabah Anda. Sistem digital ASLI RI merupakan solusi atas permasalahan yang dihadapi dalam industri bank digital yang ada saat ini. Verifikasi biometrik, OCR (Optical Character Recognition), liveness detection dan digital signature adalah alat yang Anda butuhkan untuk mencegah kejahatan siber yang kian marak. Hubungi kami untuk mempelajari tentang sistem digital tersebut lewat tautan ini.
Bank digital, cybercrime, inklusi keuangan, industri keuangan, unbanked, underbanked, cybercriminal, spoofing, artificial intelligence, teknologi informasi, risiko, keamanan, inovasi, solusi, know your customer, electronic know your customer, KYC, eKYC, OJK, bank konvensional, bank tradisional, nasabah, pengalaman pelanggan, data breach
artificial intelligence Bank digital bank konvensional bank tradisional cybercrime cybercriminal eKYC electronic know your customer industri keuangan inklusi keuangan inovasi keamanan know your customer kyc nasabah OJK pengalaman pelanggan risiko solusi spoofing teknologi informasi unbanked underbanked
Last modified: July 26, 2022